Senin, 08 Oktober 2012

Peran Sistem Manufaktur dalam Pengembangan Industri di Indonesia



Peran Sistem Manufaktur dalam Pengembangan Industri di Indonesia
By:Handoko W
33411184

Pada tanggal 8 Oktober Program studi Teknik Industri Universitas Gunadarma mengadakan seminar yang berjudul seperti di atas yaitu “Peran Sistem Manufaktur dalam Pengembangan Industri di Indonesia.” Acara ini diadakan pukul 09.00 WIB dengan didahului dengan nota kesepahaman antara Universitas Gunadarma dengan Scientia Ltd, LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi), HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidrolik Indonesia), dan juga BKCU (Badan Koperasi Credit Union). Scientia Ltd adalah suatu perusahaan penyedia berbagai software manajemen untuk pendidikan tinggi, pemerintahan lokal dan sektor prifat, dimana mempunyai misi untuk menjadi global market leader penyedia jasa software manajemen. Dipimpin oleh Mr Nielsen turut menandatangani kerjasama antara kedua pihak antara Scientia Ltd dengan Universitas Gunadarma. Begitu juga dengan LPJK yang telah lama berkecimpung dalam jasa konstruksi di Indonesia. HATHI yang telah lama berkecimpung di bidang pengelolaan sumber dasar air dan pemeliharaan infrastruktur air pun juga menandatangi kerjasama dengan Gunadarma. Hal yang sama terjadi pada BKCU, dimana BKCU adalah pencetus credit union di Kalimantan, dimana lembaga tersebut sudah berhasil mengembangkan ekonomi masyarakat kecil seperti petani, buruh, dll di Kalimantan.
            Setelah nota kesepahaman atau penandatanganan kerja sama dengan lembaga-lembaga tersebut, acarapun dilanjutkan dengan pembicaraan dengan tema Industri dengan Prof Dr. Ir. Abdul Hakim Halim. Msc selaku Guru Besar Teknik Industri ITB di bidang manufaktur dan Ir Roos Diatmoko selaku perwakilan dari PT. Industri Kereta Api PERSERO. Pada mulanya Prof Hakim menjelaskan tentang keadaan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat  kecil, hal ini  diakibatkan karena kondisi perilaku konsumen di Indonesia yang lebih memilih produk-produk luar, beliau mencontohkan di Jalan-jalan kota besar di Indonesia saja produk motor dan mobil buatan Jepang mendominasi lalu lintas kendaraan, begitu juga produk Handphone yang saat ini hampir 100% merupakan produk-produk luar negri seperti China, Finlandia, Korea, Jepang ataupun Canada. Hal ini tentu tak lepas dari pengaruh kondisi Manufaktur di Indonesia yang memperihatinkan, bisa dibayangkan beliau mengilustrasikan bahwa pertumbuhan Industri Manufaktur besar dan menengah hanya 5,56% dan manufaktur yang kecil lebih memprihatinkan lagi yaitu 3 %.Beliau juga mengilustrasikan lagi bahwa hanya 1,5 % biaya yang digunakan untuk hal-hal yang produkttifitas, sisanya atau 98,5 % biayanya digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif. Tentu saja kondisi ini harus diperbaiki dari factory floornya, artinya harus diperbaiki dari dasar-dasar prinsip kerjanya, dimana kerja yangg benar adalah kerja yang efisien, tentu keproduktifitasan semacam ini tidak bisa langsung diajarkan, namun merupakan sebuah budaya yang harus dikembangkan sejak dini bahkan sejak masa kanak-kanak. Dengan memperbaiki semua kondisi-kondisi yang memprihatinkan, tidak aneh jika kenaikan/ pertumbuhan ekonomi dapat mencapai target pemerintah yaitu 7% bahkan melampaui ekspektasi.
            Pada kesempatan selanjutnya giliran Bp Ir Roos Diatmoko yang menjelaskan mengenai visi dan misi PT INKA, beliau menambahkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam peningkatan industri manufaktur di Indonesia, perlu adanya koordinasi antara pemerintah dengan universitas dengan pengusaha. Dengan begitu sebenarnya masa depan Industri manufaktur di Indonesia berada di tangan kita semua, para mahasiswa.

Jumat, 05 Oktober 2012

PERAYAAN GALUNGAN DI BALI


.

PERAYAAN GALUNGAN DI BALI
Umat Hindu di Bali memiliki banyak hari raya, salah satunya adalah Galungan. Dirayakan setiap 6 bulan sekali jatuh pada hari Rabu Kliwon Dunggulan. Pada hari itu sejak pagi hari ibu ibu remaja dan anak anak sudah bersiap melakukan persembahyangan di pura atau sanggah masing masing. Mereka membawa aneka sesajen. Yang paling utama adalah banten Galungan, terdiri dari rangkaian buah, ada pisang, jeruk, manggis dan mangga.
Di beberapa tempat cukup diletakkan pada wadah ceper disebut bokoran. Diatasnya diberi canang, yakni rangian bunga dan alas janur yang menyimbulkan sang pencipta beserta semua isinya. Dari rumah mereka sudah membawa beberapa bokoran yang disarati dengan sesajen itu. Pertama sekali mereka menghaturkannya di pura keluarga atau disebut merajan. Kemudian ke pura desa, pura puseh dan pura dalem. Tiga pura yang selalu ada di setiap desa adat di Bali. Dari rumah kebanyakan mereka berjalan kaki karena memang dekat. Hanya beberap saja yang menggunakan sepeda motor.
Bali pagi itu terasa seperti di nirwana, setiap pertigaan yang ada tugu peringatan kita akan berpapasan dengan orang yang menyunggi sesajen. Begitu juga di sanggah merajan dan pura. Perayaan Galungan ini adalah simbol dari kemenangan darma melawan adarma. Mereka melakukannya dengan khusuk dan dengan serius. Upacara di setiap pura biasanya berlangsung sampai sekitar jam 9 pagi. Kemudian dilanjutkan dengan hadirnya kaum pria, pemuda dan anak anak yang akan menghaturkan persembahyangan. Bau dupa atau menyan yang harum semerbak menyeruak ke segala penjuru Bali. Mereka yang bersembahyang juga melakukannya dengan berjalan kaki. Sehingga suasana di kampung terutama sangat melankolis dan romantik, pria mengenakan daster dan para wanita mengenakan kebaya dan kemben.
Persembahyangan berlangsung sampai tengah hari, dilanjutkan dengan marid sodan di setiap pura dan sanggah dan merajan. Suasana ini berlangsung sampai sore hari di beberapa tempat malahan sampai malam hari. Pada hari itu mereka merayakan kemenangan darma dengan tetap menjaga keharmonisan.
Di setiap tempat di Bali suasana nirwana itu begitu nyata. Karena pada hari itu seluruh penduduk kampung desa dan kecamatan di Bali mudik ke kampungnya masing masing. Mereka melakukan persembahyangan bersama di pura keluarga, di pura desa dan di pura yang lebih besar lingkupnya. Tidak ada aktivitas kerja saat itu, buruh libur, pagawai juga libur. Sekolah juga diliburkan sehingga semuanya bisa melakukan persembahyangan dengan khidmat.
Keesokan harinya disebut dengan manis Galungan. Banten dan segala perlengkapan upakara Galungan hari itu dilebar atau disurud. Mereka yang punya anak kecil melakukan yang namanya natab banten Galungan. Sejak pagi hari mereka sudah sibuk dengan persiapan yang bagi anak anak sangat menyenangkan itu. Setelah natab selesai mereka merayakan manis Galungan. Ada yang berwisata ke Begudul, Sangeh dan tempat keramaian lainnya. Tapi ada juga yang hanya saling mengunjungi dengan tetangga kerabat dan saudara yang lama tidak berjumpa.
Hidangan saat itu adalah jajan uli dan tape ketan. Setiap keluarga di Bali biasanya menyiapkan penganan penyambut Galungan ini sejak seminggu sebelumnya. Penganan wajibnya adalah satuh, yang terbuat dari ketan yang disangrai dan diberi ulenan gula aren kemudian dicetak dalam bentuk bundar atau berupah kerucut segitiga. Yang menyimbulkan bahwa mereka yang memakannya senantiasa ingat akan lingkaran atau siklus kehidupan yang selalu seimbang antara suka duka, sedih gembira.
Juga pada hari itu banyak hiburan diadakan, jaman dulu dipentaskan bondres atau wayang. Belakangan karena kedua kesenian itu makin sedikit penggemarnya yang ditampilkan adalah penyanyi pop Bali yang mendendangkan lagu yang memberi semangat kepada pendengarnya untuk menjalani hidup dengan tidak ngoyo.
Sejarah Hari Raya Galungan masih merupakan misteri. Dengan mempelajari pustaka-pustaka, di antaranya Panji Amalat Rasmi (Jaman Jenggala) pada abad ke XI di Jawa Timur, Galungan itu sudah dirayakan. Dalam Pararaton jaman akhir kerajaan Majapahit pada abad ke XVI, perayaan semacam ini juga sudah diadakan.
Galungan dalam Lontar Sunarigama
Penjelasan Hari Raya Galungan tersurat dalam Lontar Sunarigama, di mana hari raya ini dirayakan setiap Budha Kliwon Dungulan sesuai penanggalan kalender Bali. Kata Galungan dalam bahasa Jawa bersinonim dengan kata Dungulan yang artinya menang atau unggul yang maknanya adalah mendapatkan kemenangan yang benar dalam hidup ini merupakan sesuatu yang seharusnya kita perjuangkan.
Pada hakekatnya Galungan adalah perayaan bagi kemenangan “Dharma” (kebenaran) melawan “Adharma”(Kebatilan). Selain itu, Galungan pada hakikatnya untuk mensinergikan kekuatan suci yang ada dalam diri setiap manusia untuk membangun jiwa yang terang untuk menghapuskan kekuatan gelap (adharma) dalam diri.
Tuhan sebagai pencipta dipuji dan di puja, termasuk leluhur dan nenek moyang keluarga diundang turun ke dunia untuk sementara kembali berada di tengah–tengah anggota keluarga yang masih hidup. Sesajen menyambut kedatangan leluhur itu disajikan pada di sebuah Merajan/sanggah keluarga. Penjor selamat datang dibuat dari bambu melengkung, dihiasi janur dan bunga dan diisi sanggah di bagian bawahnya serta hiasan lamak di pancang di depan pintu masuk rumah masing-masing.
Penjorpun memiliki suatu makna yang dalam dimana Penjor terpancang di muka rumah dengan megah dan indahnya. Ia adalah lambang pengayat ke Gunung Agung, penghormatan ke hadirat Ida Sanghyang Widhi. Janganlah penjor itu dibuat hanya sebagai hiasan semata-mata. Lebih-lebih pada hari raya Galungan, karena penjor adalah suatu lambang yang penuh arti. Pada penjor digantungkan hasil-hasil pertanian seperti: padi, jagung, kelapa, jajanan dan lain-lain, juga barang-barang sandang (secarik kain) dan uang. Ini mempunyai arti: Penggugah hati umat, sebagai momentum untuk membangunkan rasa pada manusia, bahwa segala yang pokok bagi hidupnya adalah anugrah Hyang Widhi. Semua yang kita pergunakan adalah karuniaNya, yang dilimpahkannya kepada kita semua karena cinta kasihNya. Marilah kita bersama hangayu bagia, menghaturkan rasa Parama suksma.
Kita bergembira dan bersukacita menerima anugrah-anugrah itu, baik yang berupa material yang diperlukan bagi kehidupan, maupun yang dilimpahkan berupa kekuatan iman dan kesucian batin. Dalam mewujudkan kegembiraan itu janganlah dibiasakan cara-cara yang keluar dan menyimpang dari kegembiraan yang berdasarkan jiwa keagamaan. Mewujudkan kegembiraan dengan judi, mabuk, atau pengumbaran indria dilarang agama. Bergembiralah dalam batas-batas kesusilaan (kesusilaan sosial dan kesusilaan agama) misalnya mengadakan pertunjukkan kesenian, malam sastra, mapepawosan, olahraga dan lain-lainnya. Hendaklah kita berani merombak kesalahan-kesalahan/ kekeliruan-kekeliruan drsta lama yang nyata-nyata tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran susila. Agama disesuaikan dengan desa, kala dan patra. Selanjutnya oleh umat Hindu di Bali dilakukan persernbahyangan bersama-sama ke semua tempat persembahyangan, misalnya: di sanggah/ pemerajan, di pura-pura seperti pura-pura Kahyangan Tiga dan lain-lainnya. Sedangkan oleh para spiritualis, Hari Raya Galungan ini dirayakan dengan dharana, dyana dan yoga semadhi.
Sebelum puncak perayaan Galungan ada rangkaian yang disebut sugian, embang sugian, penyajaan, dan penampahan. Sugian terdiri dari tiga kali, yaitu Budha Pon wuku Sungsang yang sering disebut Sugian Tenten. Sugian itu penyucian awal. Tenten artinya sadar atau kesadaran. Galungan hendaknya dirayakan dengan kesadaran rohani. Mengikuti tradisi hendaknya dengan kesadaran, orang yang sadar adalah orang yang bisa membeda-bedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang patut dan mana yang tidak patut. Wrehaspati Wage wuku Sungsang adalah Sugian Jawa, maknanya perayaan ini untuk menyucikan bhuwana agung/alam semesta. Bhuana agung menyucikan alam lingkungan hidup kita ini.
Sedangkan Sugian Bali pada Sukra Kliwon Sungsang yang bermakna sebagai media untuk menyucikan diri pribadi. Embang Sugian pada Redite Paing Wuku Dungulan yaitu untuk mengheningkan kesadaran diri sampai suci (nirmala). Esoknya pada hari penyajahan dinyatakan untuk memohon air suci sebagai permohonan restu pada Tuhan. Pada Anggara Wage wuku Dungulan disebut penampahan yang maknanya dalam hal ini adalah ”menyembelih” sifat-sifat kebinatangan yang bersembunyi dalam diri kita, seperti sifat Rajah dan Tamah. Setelah dilakukan tahapan-tahapan tersebut barulah mencapai puncak Hari Raya Galungan.
Perayaan ini biasanya diakukan persembahyangan di pagi hari dan setelah itu semua orang keluar ke jalan dengan berpakaian baru yang indah, mengunjungi sanak saudara dan handai tolan, sambil menikmati kebesaran hari raya tersebut dan bersyukur atas segala berkah dari Tuhan yang Maha Esa.
Kesimpulan:
  • Dalam menyambut dan merayakan hari-hari raya itu, bergembiralah atas anugrah TUHAN dalam batas-batas kesusilaan agama dan keprihatinan bangsa.
  • Terangkan hati, agar menjadi berani, kokoh dan kuat, dalam menghadapi hidup di dunia.
  • Hemat dan sederhanalah dalam mempergunakan biaya.
  • Terakhir dan bahkan yang terpenting ialah mohon anugrah TUHAN dengan ketulusan hati.