Minggu, 04 November 2012

Yudhistira dan Gus Dur: Dua Tokoh Luhur dari Masa yang Berbeda



Yudhistira dan Gus Dur: Dua Tokoh Luhur dari Masa yang Berbeda
By:
Handoko Wijaya
33411184



Pada kali ini saya akan menjelaskan kesamaan antara seorang tokoh pewayangan, Yudistira, dengan mantan Presiden kita, Alm. Abdurrahman Wahid atau yang lebih sering dipanggil Gus Dur. Penjelasan ini didasarkan oleh  sebagian kecil kehidupan kedua tokoh yang umum kita dengar.

Yudistira alias Dharmawangsa, adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putera Pandu.Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar "Prabu" dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.

Abdurrahman Wahid alias Gus Dur adalah salah satu tokoh politik Indonesia yang sangat fenomenal kebijakannya sewaktu Beliau menjabat sebagai Presiden Repulik Indonesia ke 4 dari tahun 1999 hingga 2001 . Ia merupakan Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara hampir sama dengan Yudistira yang merupakan yang anak yang tertua. Sewaktu di pesantren, Abdurrahman Wahid lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur, dimana "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan
                                      

Arti nama
Nama Yudistira dalam bahasa Sanskerta bermakna "teguh atau kokoh dalam peperangan". Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna "raja Dharma", karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupnya.
Beberapa julukan lain yang dimiliki Yudhisthira adalah:
Beberapa di antara nama-nama di atas juga dipakai oleh tokoh-tokoh Dinasti Kuru lainnya, misalnya Arjuna, Bisma, dan Duryodana. Selain nama-nama di atas, dalam versi pewayangan Jawa masih terdapat beberapa nama atau julukan yang lain lagi untuk Yudistira, misalnya:
  • Puntadewa, "derajat keluhurannya setara para dewa".
  • Yudistira, "pandai memerangi nafsu pribadi".
  • Gunatalikrama, "pandai bertutur bahasa".
  • Samiaji, "menghormati orang lain bagai diri sendiri".
Sedangkan Abdurrahman Wahid mempunyai arti nama “ sang pendobrak”
Dan nama panggilannya Gus Dur mempunyai arti “ mas atau abang”
Para santri biasa menyebut Gus Dur, ayah dan kakeknya yang amat dihormati dengan “al Karim Ibn al Karim Ibn al Karim” (orang yang mulia putra orang yang mulia putra orang yang mulia)

Sifat dan kesaktian

Sifat-sifat Yudistira tercermin dalam nama-nama julukannya, sebagaimana telah disebutkan di atas, sifatnya yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat pada ajaran agama, penuh percaya diri dan berani berspekulasi. Hal yang sama terlihat pada alm Gus Dur, sifatnya sangat  tercermin dalam arti namanya sebagai pendobrak, pendobrak semua kesalahpahaman mengenai makna pluralitas dalam kehidupan berwarganegara. Beliau mampu mengajarkan kita, bangsa Indonesia mengenai pluralisme antara etnis, suku, agama dan perbedaan lainnya. Yudhistira, Sifat beliau yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat pada ajaran agama, penuh percaya diri, berani berspekulasi, keras atu tidak mudah digoyahkan, serta sangat humanis. Beriku adalah perbadingan keduanya:

Adil

Yudhitira
Sifat adil Yudistita terlihat sekali ketika terjadi suatu kisah dimana suatu hari tedapat suatu Yaksa yang menguji Yudhistira dengan berbagai macam pertanyaan.Karena kegemilangan Yudhistira dalam menjawab pertanyaan yaksa yang merupakan samaran dari Dewa Dharma Akhirnya, Yaksa pun mengaku kalah, namun ia hanya sanggup menghidupkan satu orang saja. Dalam hal ini, Yudistira memilih Nakula untuk dihidupkan kembali. Yaksa heran karena Nakula adalah adik tiri, bukan adik kandung. Yudistira menjawab bahwa dirinya harus berlaku adil. Ayahnya, yaitu Pandu memiliki dua orang istri. Karena Yudistira lahir dari Kunti, maka yang dipilihnya untuk hidup kembali harus putera yang lahir dari Madri, yaitu Nakula
Gus Dur
Sifat keadilan Gus Dur terlihat sekali pada saat terjadi ketidakadilan terhadap kelompok minoritas. Seperti suatu kasus yang terjadi pada Gereja di ciledug, dimana suatu hari terdapat demo penolakan kegiatan gereja, namun Gus Dur turun tangan sendiri menghadapi pendemo dan mengkritik mereka habis-habisan. Sifat keadilan Gus Dur juga tampak pada saat ia memperbolehkan hari raya Imlek untuk dirayakan dan menjadi hari libur nasional, setelah sebelumnya dilarang habis-habisan oleh rezim orde baru Suharto. Penggunaan aksara Tionghoa yang sebelumnya ditentang oleh rezim soeharto juga diperbolehkan oleh Gus Dur, sehingga kini tidak ada lagi keraguan menggunakan aksara Tionghoa di komunitas tionghoa

Taat terhadap ajaran agama

Yudhistira
Sikap Yudhistira yang taat pada ajaran agama terlihat pada 2 penggalan cerita berikut ini;
“Pandawa dan Korawa kemudian mempelajari ilmu agama, hukum, dan tata negara kepada Resi Krepa. Dalam pendidikan tersebut, Yudistira tampil sebagai murid yang paling pandai. Krepa sangat mendukung apabila tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandawa tertua itu. Setelah itu, Pandawa dan Korawa berguru ilmu perang kepada Resi Drona. Dalam pendidikan kedua ini, Arjuna tampil sebagai murid yang paling pandai, terutama dalam ilmu memanah. Sementara itu, Yudistira sendiri lebih terampil dalam menggunakan senjata tombak.”
“Kitab Mahabharata bagian kedua atau Sabhaparwa mengisahkan niat Yudistira untuk menyelenggarakan upacara Rajasuya demi menyebarkan dharma dan menyingkirkan raja-raja angkara murka. Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa memimpin tentara masing-masing ke empat penjuru Bharatawarsha (India Kuno) untuk mengumpulkan upeti dalam penyelenggaraan upacara agung tersebut”

Gus Dur
Dalam kehidupan beliau yang memang lahir dari keluarga seorang ulama terkenal, lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Memang Gus Dur telah diajarkan banyak ajaran agama. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas McGill Kanada namun pada waktu itu keadaan pesantren sangat kacau maka itu Gusdur memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren. Pada tahun 1974 kontribusinya pada ajaran agama juga terlihat ketika ia mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.Banyak juga yang mengatakan bahwa Gus Dur adalah Bapak sufisme karena kemahirannya mengajarkan islam sufisme di
Indonesia.

Penuh percaya diri

Yudhistira

Sikap penuh percaya diri Yudistira terlihat pada suatu penggalan kisah berikut

“Setelah kehabisan pasukan, Duryodhana bersembunyi di dasar telaga. Kelima Pandawa didampingi Kresna berhasil menemukan tempat itu. Duryodana pun naik ke darat siap menghadapi kelima Pandawa sekaligus. Yudistira menolak tantangan Duryodhana karena Pandawa pantang berbuat pengecut dengan cara main keroyok, sebagaimana para Korawa ketika membunuh Abimanyu pada hari ke-13. Sebaliknya, Duryodana dipersilakan bertarung satu lawan satu melawan salah seorang di antara lima Pandawa. Apabila ia kalah, maka kerajaan harus dikembalikan kepada Pandawa. Sebaliknya apabila ia menang, Yudistira bersedia kembali hidup di hutan. Bima terkejut mendengar keputusan Yudistira yang seolah-olah memberi kesempatan Duryodana untuk berkuasa lagi, padahal kemenangan Pandawa tinggal selangkah saja. Dalam hal ini Yudistira justru menyalahkan Bima yang dianggap kurang percaya diri. Duryodana meskipun bersifat angkara murka namun ia juga seorang pemberani. Ia memilih Bima sebagai lawan perang tanding, yang paling gagah di antara kelima Pandawa. Setelah pertarungan sengit terjadi cukup lama, akhirnya menjelang senja Duryodana berhasil dikalahkan dengan dipukul titik kelemahannya, yaitu paha. Ini sekaligus menuntaskan sumpah Bima yang akan membunuh Duryodana karena penghinaannya terhadap Dropadi. Balarama marah dan bertekad untuk membunuh Bima karena paha merupakan sasaran yang terlarang dalam duel gada, namun diperingatkan oleh Kresna bahwa Bima hanya berusaha menjalankan sumpahnya. Duryodana pun tewas secara perlahan setelah saling bersilat lidah dengan Kresna.”

Gus Dur
Sikap Percaya diri Gus Dur terlihat sekali ketika ia berani mengambil kebijakan-kebijakan yang dinilai sangat nekad dan berani bagi sebagian besar orang, bayangkan saja ketika ia menjabat sebagai Presiden RI beliau menghapus kebijakan yang melarang imlek, yang biasa diikuti oleh orang-orang Tionghoa, beliau juga berani dalam menhapus pelarangan terhadap marxisme dan leninisme, yang merupakan ideologi PKI. Padahal kita tahu bahwa PKI sudah “dihitamkan” oleh negara dan dilarang habis-habisan. Dan juga ketika ia dengan percaya diri mengeluarkan kebijakan untuk berdamai dengan Israel, padahal kita tahu mayoritas muslim di dunia termasuk Indonesia sangat anti pada Israel, jangankan ingin berdamai dengan mereka, melihat bendera Israel di negara Islampun sudah dicurigai macam-macam. Namun beliau mengatakan bahwa sangat aneh jika tidak dapat bekerja sama dengan Israel yang merupakan negara berbasis Agama, beliau juga menambahkan bahwa dengan bekerjasama dengan Israel, diharapkan Israel dapat melunak dengan negara-negara Islam yang lain. Gus Dur juga mengakui bendera Papua, identitas kultural Papua, lagu-lagu kebangsaan Papua, tanpa harus takut bahwa Papua akan meminta kemerdekaan dari Indonesia.Berikut adalah kebijaka-kebijakan Gus Dur lainnya:
Kebijakan Gus Dur selama beliau memimpin Indonesia :
  1. Membubarkan Departemen Penerangan yang menandakan dimulainya era kebebasan pers setelah dibungkam selama puluhan tahun
  2. Membubarkan Departemen Sosial,dimana departemen ini adalah Departemen paling korup pada zamannya
  3. Mendirikan Departemen Eksplorasi Laut sehingga mengangkat harkat martabat nelayan serta menyadarkan bangsa ini bahwa Indonesia adalah Negara Maritim
  4. Mengembalikan Dwi FUngsi ABRI dengan mengembalikan Tentara kebarak serta Pemisahan TNI dan Polri
  5. Menghilangkan diskriminasi yg menmpa warga Tionghoa dengan penghapusan pelarangan budaya, bahasa, dan adat istiadat Tionghoa
  6. Menjadikan hari Imlek sebagai hari libur nasional
  7. Membuat terobosan rekonsiliasi dengan GAM dengan mengirim Mensesneg Bondan Gunawan bertemu dengan panglima GAM Teungku Abdullah Syafei, akhirnya masyarakat Aceh bisa merasakan perdamain hingga sekarang ini
  8. Berhasil meredam Gejolak masyarakat Papua dengan penyelesaian secara kultural dengan mengembalikan nama Papua yg sebelumnya adalah Irian Jaya.
  9. Mengevaluasi ulang Kontrak Karya PT. Frepoort yang banyak merugikan Negara dan masyarakat Papua
  10. Mengeluarkan Dekrit yang membubarkan DPR (pada kenyataanya tidak mewakili aspirsi rakyat) dan membekukan Golkar ( waktu itu Golkar dianggap masyarakat adalah bagian rezim orde baru yang bisa menghambat reformasi)
  11. Membela kaum buruh dengan membikin peraturan tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Upah Pesangon, Uang Penghargaan dan Ganti Rugi oleh Perusahaan.
  12. Berhasil membebaskan TKI dari hukuman mati yang terjadi diluar negeri berkat lobi tingkat tinggi yang dilakukan oleh Gus Dur.
  13. Berencana melakukan moratorium pengirim TKI ke Arab Saudi karena protes atas tingkat kekerasan dan pelecehan yang dialami TKI
  14. Menaikan Gaji Pegawa Negeri hingga 200%,hingga kin Gaji Pegawai Negeri
  15. tiap tahun selalu naik,hanya pada era Gus Durlah Gaji PNS naik fantastis
  16. Menjadikan Istana Negara benar-benar sebagai Istana rakyat,rakyat kecil bisa masuk ke Istana Negara
  17. Menghemat biaya negara dengan tinggal di Istana Negara bersama keluarga
 Kesaktian Yudistira dalam Mahabharata terutama dalam hal memainkan senjata tombak Sementara itu, versi pewayangan Jawa lebih menekankan pada kesaktian batin, misalnya ia pernah dikisahkan menjinakkan hewan-hewan buas di hutan Wanamarta dengan hanya meraba kepala mereka.
Hal yang sama terlihat pada alm Gus Dur, sifatnya sangat  tercermin dalam arti namanya sebagai pendobrak, pendobrak semua kesalahpahaman mengenai makna pluralitas dalam kehidupan berwarganegara. Beliau mampu mengajarkan kita, bangsa Indonesia mengenai pluralisme antara etnis, suku, agama dan perbedaan lainnya. Dan mengajarkan kita semua sifat kemanusiaan yang universal. Yang menarik justru dalam kehidupan Beliau, Beliau pernah diceritakan memiliki kemampuan batin tertentu, seperti dapat menjawab pertanyaan Guru padahal ia sering ketiduran dikelasnya ataupun pernah meramalkan bahwa beliau akan menjadi Presiden RI, sama seperti Yudhistira dalam pewayangan Jawa. Hampir sama dengan Yudhistira, Sifat beliau yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat pada ajaran agama, penuh percaya diri, berani berspekulasi, keras atu tidak mudah digoyahkan, serta sangat humanis

PERJALANAN TERAKHIR KEDUA TOKOH

Yudhistira

Lengser lalu naik ke sorga

Description: http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf1/skins/common/images/magnify-clip.png
Lukisan Yudistira yang sedang mendaki gunung Himalaya sebagai perjalanan terakhirnya.
Setelah permulaan zaman Kaliyuga dan wafatnya Kresna, Yudistira dan keempat adiknya mengundurkan diri dari urusan duniawi. Mereka meninggalkan tahta kerajaan, harta, dan sifat keterikatan untuk melakukan perjalanan terakhir, mengelilingi Bharatawarsha lalu menuju puncak Himalaya. Di kaki gunung Himalaya, Yudistira menemukan anjing dan kemudian hewan tersebut menjdi pendamping perjalanan Pandawa yang setia. Saat mendaki puncak, satu per satu mulai dari Dropadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima meninggal dunia. Masing-masing terseret oleh kesalahan dan dosa yang pernah mereka perbuat. Hanya Yudistira dan anjingnya yang berhasil mencapai puncak gunung, karena kesucian hatinya.
Dewa Indra, pemimpin masyarakat kahyangan, datang menjemput Yudistira untuk diajak naik ke swarga dengan kereta kencananya. Namun, Indra menolak anjing yang dibawa Yudistira dengan alasan bahwa hewan tersebut tidak suci dan tidak layak untuk masuk swarga. Yudistira menolak masuk swargaloka apabila harus berpisah dengan anjingnya. Indra merasa heran karena Yudistira tega meninggalkan saudara-saudaranya dan Dropadi tanpa mengadakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka, namun lebih memilih untuk tidak mau meninggalkan seekor anjing. Yudistira menjawab bahwa bukan dirinya yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan dirinya.
Kesetiaan Yudistira telah teruji. Anjingnya pun kembali ke wujud asli yaitu Dewa Dharma, Ayahnya. Bersama-sama mereka naik ke sorga menggunakan kereta Indra. Namun ternyata keempat Pandawa tidak ditemukan di sana. Yang ada justru Duryodana dan adik-adiknya yang selama hidup mengumbar angkara murka. Indra menjelaskan bahwa keempat Pandawa dan para pahlawan lainnya sedang menjalani penyiksaan di neraka. Yudistira menyatakan siap masuk neraka menemani mereka. Namun, ketika terpampang pemandangan neraka yang disertai suara menyayat hati dan dihiasi darah kental membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur dari neraka, Yudistira berhasil menguasai diri. Terdengar suara saudara-saudaranya memanggil-manggil. Yudistira memutuskan untuk tinggal di neraka. Ia merasa lebih baik hidup tersiksa bersama sudara-saudaranya yang baik hati daripada bergembira di sorga namun ditemani oleh kerabat yang jahat. Tiba-tiba pemandangan berubah menjadi indah. Dewa Indra muncul dan berkata bahwa sekali lagi Yudistira lulus ujian, karena waktunya yang sebentar di Neraka adalah sebagai penebus dosa ketidakjujuran Yudistira terhadap Drona soal kematian Aswatama. Ia menyatakan bahwa sejak saat itu, Pandawa Lima dan para pahlawan lainnya dinyatakan sebagai penghuni Surga, sementara para korawa akan menjalani siksaan yang kekal di neraka.
Menurut versi pewayangan Jawa, kematian para Pandawa terjadi bersamaan dengan Kresna ketika mereka bermeditasi di dalam Candi Sekar. Namun, versi ini kurang begitu populer karena banyak dalang yang lebih suka mementaskan versi Mahabharata yang penuh dramatisasi sebagaimana dikisahkan di atas.

Gus Dur

Prosesi Pemakaman yang Diikuti Ribuan Pelayat dari Berbagai Lintas Agama dan Kepercayaan

 
Prosesi pemakaman Gus Dur merupadkan salah satu prosesi pemakaman yang paling masiv yang pernah ada di Indonesia, banyak pejabat mulai dari tingkat RT sampai mentri, duta besar, sampai mantan presiden yang mengikuti proses pemakaman. Selain itu yang menarik adalah banyaknya pemuka agama dari berbagai lintas agama yang hadir pada prosesi pemakaman tersebut. Semuanya terasa menyatu dan memberikan paham kebinekaan yang indah. Alm Gus Dur telah berpulang pada 30 Des 2009 karena penyakit komplikasi yang dideritanya sejak lama. Kita semua berharap semoga Ia dapat diterima di sisiNya.

Guru spiritual saya adalah realitas. Dan guru realitas saya adalah spiritualitas
– Abdurrahman Wahid–

Sumber terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar